Selasa, 17 Maret 2009

TENAGA KEPENDIDIKAN

Artikel 1
Judul:BSNP

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

  • Kompetensi pedagogik;
  • Kompetensi kepribadian;
  • Kompetensi profesional; dan
  • Kompetensi sosial.


Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.

Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.

Artikel 2
Judul:Tantangan UNY Sebagai Penghasil Tenaga Kependidikan
MASIHKAH Universitas Negeri Yogyakarta dipercaya sebagai penghasil tenaga kependidikan? Di sisi lain, kita bisa bertanya apakah masih dibutuhkan guru di negeri kita? Pada suatu saat, bisa saja masyarakat tidak menaruh kepercayaan, karena ada yang lepas dari harapan. Pada saat itulah, barangkali, tantangan mulai menghadang. Tantangan itu terasa kian besar, ketika masyarakat ternyata masih sangat membutuhkan guru. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) juga sangat mungkin menghadapi tantangan semacam itu.
Apa yang bisa kita harapkan dari sebuah lembaga pendidikan penghasil tenaga kependidikan, jika bukan kualitas? Orang-orang selalu mencari sekolah yang bagus, mencari perguruan tinggi yang bermutu, agar lembaga pendidikan itu bisa mengantarkan anak-anak didiknya, anak-anak asuhnya, mahasiswa-mahasiswanya menjadi lulusan yang terhormat, memiliki kualitas, bukan lulusan yang ecek-ecek. Apabila yang kita harapkan adalah tenaga kependidikan juga kita harapkan yang punya nilai, sehingga di masyarakat tidak terpinggirkan posisinya.
Dr Rochmat Wahab MA pernah mengeluhkan, mengapa secara historis pada awal kemerdekaan posisi guru sangat terhormat. Akan tetapi pada zaman Orde Baru posisinya cenderung terpinggirkan? (Kedaulatan Rakyat, 25 November 2008). Keluhan itu kiranya sangat wajar terjadi jika oknum guru tidak bisa menjaga martabatnya. Sebab, guru bermartabat bisa mengantarkan dirinya memiliki kepercayaan yang besar.
Tentu, kita tidak menginginkan posisi guru jatuh martabatnya. Di segala zaman, guru hendaknya bisa menyesuaikan dan selalu dibutuhkan masyarakatnya. Sebagaimana kesadaran seorang kaisar Jepang sesudah negerinya hancur lebur karena bom atom, menanyakan masih adakah guru yang hidup. Apa jadinya jika sudah tidak ada lagi guru? Kepada siapa generasi kita dipercayakan untuk mendapatkan ilmu, teladan, juga harapan untuk bisa merampungkan persoalan secara bijak?
Benarkah sekarang ini kita menyadari perlunya guru, perlunya tenaga kependidikan yang bermartabat? Jika disadari bahwa tantangan ke depan justru semakin besar dan bukan semakin kecil, maka satu-satunya lembaga yang bisa kita andalkan adalah lembaga pendidikan. Tentu saja lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan tenaga kependidikan. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan seperti UNY yang menjelma dari semula Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta, barangkali akan menjadi taruhan. Semua mata akan mengarahkan pada lembaga tersebut dengan sejumlah harapan.
***
MASIHKAH universitas seperti UNY dipercaya sebagai penghasil tenaga kependidikan? Bukan sekadar tenaga kependidikan yang asal lulus, tetapi yang memiliki martabat dan pribadi unggul. Kita berharap masyarakat tidak berpaling dari lembaga pendidikan yang bisa memberi jaminan semacam itu.
Namun pada kenyataannya, di negeri ini tidak cuma UNY yang eksis. Di Yogyakarta bahkan sudah muncul pesaing-pesaing lembaga pendidikan penghasil tenaga kependidikan. Ada yang menyadari bahwa persaingan antarlembaga pendidikan itu ketat, maka masing-masing penyelenggara tidak akan main-main. Seringkali kepercayaan masyarakat pada lembaga pendidikan bisa diukur dari banyaknya mahasiswa yang menyerbu dan memilih.
Merusak institusi pendidikan, memang mudah sekali. Akan tetapi membangun citra lembaga agar memperoleh kepercayaan dari masyarakat tidak bisa dilakukan sehari atau dua hari. Bahkan harus dilakukan bertahun-tahun, dengan konsep yang berkali-kali disesuaikan dengan perkembangan. Padahal, sekali merusak, hanya karena tak mampu memahami peran lembaga pendidikan, akan menghancurkan seluruh komponen yang ada.
Misalnya menipu mahasiswa dengan janji palsu atau menjerumuskan peserta didik dengan kualitas palsu, adalah bentuk-bentuk perusakan citra lembaga. Perilaku yang tidak mendidik yang dilakukan komponen lembaga pendidikan, juga bisa menyeret pencitraan. Padahal, perilaku semacam itu bisa dilakukan di luar kampus. Barangkali, dibutuhkan pemahaman yang sangat besar mengenai perlunya tantangan itu dihadapi dan bukannya disingkiri. Dicarikan formula-formula edukatif, yang tetap mampu mempertahankan pencitraan lembaga, betapa pun sudah begitu banyak lembaga pendidikan tenaga kependidikan serupa yang secara kreatif tumbuh di sekitar kita.
Tentu, tujuan dibangunnya lembaga pendidikan tenaga kependidikan semacam UNY, adalah untuk mengantarkan calon-calon tenaga-tenaga kependidikan itu memperoleh martabat yang bisa dibanggakan di masa depan. Selalu saja ada tantangan yang menghadang. Sebab, dalam sistem pendidikan dibangun oleh tangan-tangan yang punya banyak kepentingan. Oleh sebab itu, semuanya harus bisa diatasi. Bukan sebaliknya, tak pernah memikirkan martabat dan mengatasi tantangan. Jika yang terakhir itulah yang terjadi, kiranya sebuah lembaga pendidikan telah mengalami kegagalan. q - m. (484-2009).



Artikel 3
Judul:Kontroversi Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendidik
PROFESI pendidik - khususnya guru dan dosen - menjadi sorotan menyongsong sertifikasi. Sertifikasi merupakan keharusan bagi pendidik untuk mengetahui kecakapan, tingkat mutu dan profesionalitas sehingga akan dihasilkan pendidik yang berkualitas. Dan pendidik yang berkualitas merupakan salah satu indikator dalam penjaminan mutu pendidikan.

Pendidik ibarat sopir yang bertugas mengangkut dan mengantar penumpang sampai kepada tujuan yang diharapkan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai seorang sopir sudah sewajarnya membutuhkan SIM (Surat Ijin Mengemudi) yang merupakan syarat wajib profesi ini.

Para penumpang tentu akan merasa tenang dan nyaman jika sopir telah memenuhi segala persyaratan yang telah diujikan. Tetapi sebaliknya jika sopir belum dan/ atau tidak mempunyai SIM apalagi sama sekali tidak lihai mengemudi maka penumpangnya akan cemas dan bingung akan diapakan dan dikemanakan.

Di masa mendatang pendidik diwajibkan mempunyai "SIM" (Surat Ijin Mengajar) yang hanya dapat dimiliki setelah lulus sertifikasi. Diharapkan dengan sertifikasi pendidik mampu mengantarkan penumpang sampai kepada tujuan dengan selamat dan memuaskan.



Peran Tenaga Kependidikan

Jika pendidik yang diibaratkan sebagai sopir yang telah mempunyai keahlian menyetir lantas apakah kemudian perjalanan (pendidikan) akan begitu saja terjamin keselamatannya? Ternyata tidak. Setidaknya kita harus memperhatikan kondisi mobil juga. Mulai dari hidup-tidaknya lampu sorot, berfungsi-tidaknya rem, bagus-tidaknya kondisi ban dan yang paling penting ketersediaan bahan bakar dan keadaan olinya.

Semua kelengkapan mobil itu yang selanjutnya dianalogikan sebagai tenaga kependidikan. Sopir dan kelengkapan mobil menjadi satu jiwa utuh dalam membawa penumpangnya menjadi lebih aman dan terjamin. Tenaga kependidikan sebagai penunjang inilah yang perlu menjadi perhatian sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 1 bahwa (peran) tenaga kependidikan adalah penunjang penyelenggaraan pendidikan.

Adilkah jika selama ini penilaian keberhasian pendidikan hanya diukur dari faktor pendidik (guru dan dosen) saja? Menurut hemat penulis, penilaian kesuksesan pendidikan seharusnya dilihat dari berbagai sudut pandang. Mulai dari pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan sarana-prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah yang selalu terjaga, manajemen sekolah yang tegas serta supervisi yang ketat. Semua faktor itu adalah peran strategis tenaga kependidikan, apakah itu staf TU, pustakawan, laboran, pesuruh/ penjaga sekolah, pengawas sekolah dan kepala sekolah.

Tetapi sayangnya saat ini tenaga kependidikan belum diperhatikan sebagaimana pendidik. Suatu keprihatinan jika keduanya yang merupakan tenaga profesional dan juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan tidak disamakan. Pendidik - khususnya guru dan dosen - terkesan superior dan "dimanjakan" dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sedangkan tenaga kependidikan sampai saat ini pun belum mempunyai payung hukum yang menangani dan mengatur mereka secara jelas.

Disadari peningkatan mutu pendidikan masih memprioritaskan guru dan dosen sebagai kemudi pendidikan. Bisa jadi pemerintah masih menganggap peran pendidik yang dominan sebagai ujung tombak pendidikan. Tetapi apakah hanya dengan mengandalkan guru dan dosen saja pendidikan akan segera bermutu? Ibarat kesatuan sopir dan kelengkapan mobil tadi. Jika sopirnya lihai tetapi remnya blong, maka keselamatan tidak akan terjamin. Kalaupun sopirnya lihai tetapi lampu sorotnya mati, maka tidak akan bisa berjalan dengan tenang di malam hari.

Peningkatan mutu pendidikan seharusnya tidak boleh "menganak-emaskan" salah satu profesi. Karena profesi yang lain juga mempunyai peran untuk ikut andil menuju terciptanya pendidikan yang bermutu.


Artikel 4
Judul:Kegunaan Sertifihasi bagi Tenaga Kependidikan

Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (Forward linkage) dan kaitan kebelakang (Backward linkage). Forward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Backward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Demikian diutarakan oleh dr. Fasli Jalal, Phd seperti diutarakan di website Sertifikasi Guru.

Berangkat dari pendapat di atas, Yayasan Pendidikan Katolik khususnya di Yayasan Don Bosco Banjarmasin dan Yayasan Pendidikan Siswarta Palangka Raya mengupayakan suatu Pelatihan, Bimbingan Sertifikasi dan Pemantapan Spiritualitas bagi tenaga kependidikan di lingkungannya. Inilah yang diselenggarakan pada tanggal 31 Januari 2008 hingga 3 Februari 2008 di Palangka Raya.

Tujuannya adalah selain membina tenaga pendidika dari segi kompetensi sehingga memiliki kualifikasi dan sertifikat profesi, juga memantapkan spiritualitas pendidikan agar berjalan seiring, selaras dan sesuai dengan profesi guru yang telah menjadi pilihan masing-masing. Tanpa spiritualitas yang kuat, pendidikan yang dilaksanakan menjadi sia-sia karena lebih terarah pada pendidikan profesi, bukan pada pendidikan mutu yang menyangkut pribadi secara menyeluruh. Pendidikan mutu yang menyangkut keseluruhan dalam hal ini kami maksudkan adalah pendidikan yang dilaksanakan sebagai proses “hominisasi” dan “humanisasi” sehingga anak didik pun belajar bukan demi nilai tetapi demi hidup.

Untuk mewujudkan pendidikan sebagai proses hominisasi dan humanisasi inilah sertifikasi bagi tenaga kependidikan dilaksanakan. Tentu saja tujuan bukan terutama untuk mendapatkan sertifikat yang menunjang mendapatkan tunjangan profesi, tetapi harus diperhatikan bahwa tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas pendidik yang akan mendidik dan menghasilkan anak didik yang berkualitas pula.

Masa depan bangsa ini terletak di telapak tangan anak-anak didik sekarang yang akan berjuang di medan politik, diplomasi dan juga dunia pendidikan pada 25 tahun ke depan. Kualitas pendidikan saat ini sungguh menentukan bagaimana masa depan bangsa ini. (adm).


Artikel 5
Judul:Tahun 2009, Disdik Medan Fokus Tingkatkan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Drs Hasan Basri MM menyatakan program kerja tahun 2009, Dinas Pendidikan Kota Medan memfokuskan pada peningkatan mutu pendidik dan tenaga pengajar dengan bekerjasama Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi guru yang tidak lulus sertifikasi portofolio.

“Kita sudah ketemu Dirjen Tenaga Pendidikan di Jakarta dan segera melakukan diklat. Makanya, guru-guru yang tidak lulus sertifikasi portopolio atau yang belum tapi memenuhi syarat bisa mengikuti diklat,” ujar Hasan Basri ketika dihubungi melalui telepon selularnya, Senin (9/2).

Dijelaskannya, guru yang memenuhi syarat yakni guru yang usianya lebih 50 tahun dan memiliki pangkat IVA atau meskipun tidak S1 tapi berpengalaman pengajar lebih 20 tahun. “Mereka juga berhak mengikuti Diklat karena jika disuruh melanjutan pendidikan dikhawatirkan tidak terkejar dan ini sudah diatur undang-undang,”katanya.

Hasan mengimbau bagi guru-guru yang telah lulus sertifikasi berhak mendapat tunjangan fungsional. Di Medan, ada 1600 lebih yang lulus, 140 di antaranya guru swasta. Untuk anggaran diklat, kata Hasan, masih diusulkan ke APBD dan tinggal menunggu persetujuan panitia anggaran.

Pengawas

Fokus lain di bidang tenaga kependidikan yakni pengawas sekolah, Dinas Pendidikan Kota Medan akan meningkatkan mutu mereka dengan mengikutsertakan pada rapat kerja workshop. Selain itu juga tutor di pendidikan Non Formal. “Bagi tutor peningkatan mutu diberikan pelatihan khususnya 100 orang bekerjasama dengan PKK,”ujarnya.

Hasan Basri menambahkan, kompetensi dan kesejahteraan guru harus bersamaan. Tahun 2009, Dinas Pendidikan mengalokasikan dana mencapai Rp30 miliar di luar gaji untuk PNS dan tunjuangan pemerintah pusat sebesar Rp600 ribu per tahun. Sedangkan terkait sarana dan prasana, pihaknya mengalokasikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBD 2009 dengan nilai Rp38 miliar – Rp39 miliar yang mana dana tersebut termasuk untuk pengadaan mobiler sekolah, pengadaan halaman dan sanitasi.

“Kita berharap tahun 2010 fasilitas utama sekolah sudah terpenuhi semua, saat ini baru di tingkat SMA yang terpenuhi, sedangkan di tingkat Sekolah Dasar belum standard,” ujarnya.
Hasan juga mengakui ketika turun ke lapangan masih banyak sekolah belum tersentuh anggaran. Untuk itu, fasilitas tambahan perpustakaan dan laboratorium hendaknya juga dimasukkan dalam anggaran belanja sekolah karena peran serta masyarakat memajukan pendidikan juga harus ada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar