Selasa, 17 Maret 2009

MANAJEMEN KURIKULUM

Artikel 1
judul:
MANAJEMEN KURIKULUM DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DI SEKOLAH
Sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang memiliki peran strategis dalam pembinaan kepribadian anak. Di dalam sekolah terjadi proses transformasi kebudayaan kepada anak. Tentu saja, transformasi kebudayaan tersebut berlangsung melalui pembelajaran sesuai kurikulum yang berisikan berbagai bidang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Scotter (1989) menjelaskan fungsi pendidikan adalah sebagai institusi sosial yang menjamin kelangsungan hidup generasi muda suatu bangsa. Baik pendidikan di sekolah (formal), keluarga (informal) maupun di masyarakat (non-formal) pada intinya untuk mengalihkan, dan mengembangkan kebudayaan agar kehidupan masyarakat survive sesuai dengan cita-cita bangsanya.
Untuk menjamin kelangsungan transformasi kebudayaan bangsa Indonesia maka dilakukan pengaturan sistem pendidikan nasional sebagaimana undang-undang nomor 20/2003 tentang SISDIKNAS. Keberadaan madrasah sebagai sekolah umum berciri khas agama Islam, dituntut untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia.
Kelancaran pelaksanaan pendidikan di madrasah sangat tergantung pada berfungsi tidaknya manajemen madrasah. Kegiatan manajemen menjadi tanggung jawab utama kepala madrasah, di samping kepemimpinan kepala untuk mencapai sekolah yang berkualitas.
Tampaknya dewasa ini, banyak pimpinan sekolah yang kurang mampu mengarahkan perubahan di sekolahnya sesuai tuntutan masyarakat. Padahal berbagai perubahan perlu direspon setiap sekolah dengan berdasarkan pada perubahan kebijakan bidang pendidikan, baik kurikulum, pembinaan keprofesionalan guru, personil pegawai, sarana dan prasarana, pembinaan siswa. Bagaimanapun, kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan, serta faktor luar perkembangan ekonomi, ilmu dan teknologi harus benar-benar direspon madrasah.
Kepala sekolah sebagai manajer dituntut menunjukkan keterampilan mengelola sekolah agar semua programnya dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Kepala sekolah yang visioner dan kredibel sangat diperlukan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara memuaskan para pihak terkait (Stakeholders).
Ansyar berpendapat bahwa dalam bidang pendidikan agar tercapai kebutuhan pelanggan hari ini dan mendatang maka diperlukan pengembangan kurikulum secara terus menerus berdasarkan suara hati dari pasar yang telah diteliti. Tentu di dalamnya rencana pemasaran lulusan, kejelasan spesifikasi lulusan harus dibangun dari rencana sumber daya yang ada. Hal ini terkait dengan apa sebenarnya pelanggan dan apa produk dalam manajemen mutu terpadu.
Kebanyakan sekolah telah mengembangkan berbagai program unggulan dalam menyahuti tuntutan kualitas yang diharapkan para orang tua dan masyarakat dari setiap sekolah. Karena para kepala sekolah sebagai manajer harus memahami strategi perubahan sekolah dalam memperjuangkan pencapaian keunggulan mutu sebagai tujuan sekolah. Adanya program peningkatan mutu, melibatkan semua pihak terkait, membagi tugas dan tanggung jawab dan standar mutu yang akan dicapai merupakan ciri utama manajemen yang dijalankan oleh kepala sekolah untuk mencapai keungulan mutu lulusan. Dengan manajemen peningkatan mutu yang efektif, maka kualitas unggul lulusan madrasah akan tercapai. Dalam konteks ini, diperlukan strategi manajemen yang .memungkinkan program pengajaran berjalan dengan baik, sehingga berbasis pada kompetensi dari bermuara kepada kualitas pelayanan dan kualitas lulusan madrasah.
Ada beberapa persoalan yang selama ini dihadapi guru dalam pendidikan dan pembelajaran di sekolah di antaranya: (1) Kurikulum yang ada di sekolah hanya dianggap sebagai rambu-rambu mengajar; (2) Guru menggunakan kurikulum “taken for granted” (langsung jadi), sehingga kurikulum bukan kreativitas guru untuk memberikan proses pembelajaran yang terbaik kepada siswa, tetapi sebagai tetib administrasi semata; (3) Kepala sekolah tidak memahami kurikulum, sehingga saat ada perubahan dari kurikulum KBK menuju KTSP tidak perubahan yang signifikan. Yang disebabkan tidak adanya kemandirian sekolah dan diperparah oleh lemahnya sumberdaya manusia.
Padahal tujuan dari KTSP adalah adanya kemandirian guru. (Mulyasa, 2007: 224) guru merupakan pengembang kurikulum bagi kelasnya, yang akan menterjemahkan, menjabarkan, dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada peserta didik. Dalam hal ini, tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) akan tetapi lebih dari itu, yaitu membelajarkan anak supaya dapat berfikir integral dan komprehensif, untuk membentuk kompetensi dan mencapai makna tertinggi. Kegiatan tersebut bukan hanya berwujud pembelajaran di kelas tetapi dapat berwujud kepada kegiatan lain, seperti bimbingan belajar kepada peserta didik. Pengembangan rencana pembelajaran dan pelaksanaan bimbingan, karena isi kurikulum bukan yang hanya dalam matapelajaran saja, tetapi menjadi tanggung jawab sekolah untuk diberikan kepada peserta didik, seperti kerja keras, disiplin, kebiasaan belajar yang baik, dan jujur dalam belajar.
Bagaimanapun, persoalan pengembangan pengajaran merupakan Inti dari fungsi madrasah, sehingga fungsi manajemen peningkatan mutu merupakan hal krusial dalam meningkatkan kualitas pengajaran yang bermuara pada kualitas lulusan.
Pengajaran sangat berhubungan dengan kemampuan seorang guru, peran guru di sekolah lebih khusus lagi di kelas tidak dapat digantikan dengan media apapun. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh KH. Abdullah Syukri (2005: 133) bahwa:
“اَلطَّرِيْقَةُ أَهَمُّ مِنَ الْمَدَّةِ, وَلَكِنَّ الْمُدَرِّسَ اَهّمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةِ, وَرُوْحُ الْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ المُدَرِّسُ. (metode itu lebih penting daripada materi, tetapi guru lebih penting dari metode, dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri). Dari pendapat tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa peran guru sebagai pengajar harus disertai dengan perannya sebagai pendidik pula di sekolah. Oleh karena itu, berkaitan dengan manajemen peningkatan mutu pengajaran maka peran guru sangat penting untuk dikaji secara lebih mendalam.


Artikel 2

Judul:Manfaat Manajemen Kurikulum Pendidikan
Dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah
Oleh : Drs. H.A. Hamdan, M.M
Pada era otonomi daerah dewasa ini dituntut kemandirian setiap Pemerintah Daerah dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan, sehingga perlu ada perencanaan pendapatan daerah yang sistimatis, terukur dengan output efesien dan efektif dalam pengelolaan penerimaan dana Pemerintah Daerah yang meliputi Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
Di dalam UU nomor 33/2004 dinyatakan bahwa Pendapatan Daerah meliputi (1)Pendapatan Daerah Asli Daerah seperti halnya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah (2)Dana Perimbangan seperti halnya Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umu, Dana Alokasi Khusus (3)Lain-lain Pendapatan Daerah yang Syah. Sedangkan Pembiayaan meliputi Sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. (Modul Bintek sumber PAD, 2007 :6)
Penulis selaku aparat pemerintah daerah yang mempunyai tupoksi sebagai Pelaksana kewenangan otononomi daerah dalam rangka melaksanakan tugas desentralisasi di bidang Pendapatan Daerah. Dituntut untuk mampu menjalankan fungsi
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pendapatan Daerah;
b. Pemberian perizinan, rekomendasi dan pelaksanaan pelayanan umum sesuai dengan ruang lingkup tugasnya;
c. Pembinaan terhadap seluruh perangkat Dinas;
d. Pengkoordinasian pendapatan terhadap unit kerja penghasil pendapatan daerah,
Disinilah diperlukan grand strategi yang mengacu pada RPJP Nasional, RPJP Propinsi, RPJMD Kota Sukabumi, RKPD, KUA&PPAS, Renstra SKPD, Renja, Program, Kerja dan Kegiatan. Alhamdulillah setelah mendapat mata kuliah Manajemen Kurikulum dari Dr. Hari Suderadjat, M.Pd, penulis mempunyai komparatif dan kerangka berfikir yang sistimatis, logis serta intergral karena di dalam komponen kurikulum itu meliputi standar tujuan, standar isi, standar proses dan standar evaluasi yang digambarkan dalam metric. Dari pemahaman metric yang dicontohkanleh Dr.Hari Suderajat, M.Pd memberikan inspirasi untuk membuat Rencana Kerja danAnggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun 2009 dengan pembagian tugas pada setiap bidang, seksi dan para perlaksana untuk memperjelas delegasi authority dan delegasi responsibility dalam sebuah metric yang mudah dibaca dan mudah dipahami , siapa, berbuat apa, bagaiman, dimana, kapan. Sehingga tugas yang satu dengan tugas yang lainnya saling berkaitan tapi salaing menghargai hak dan kewajibannya masing-masing.
Bila tidak dibuatkan metric seperti yang dicontohkan oleh Dr. Hari Suderadjat, M.Pd nampaknya sulit untuk memberikan transparansi kepad public karena pendapatan yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Kota Sukabumi relative kompleks, dari mulai pajak
hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, retribusi
daerah, bagi hasil pajak dan non pajak, pendapatan lain-lain yang syah.
Standard
Evaluasi/
Penilaian
Evaluasi
Standard
Prposes
Proses
Standard
Isi
Materi
Standar
Kompetensi
Tujuan
Fungsi Planing Organizing Actuating Controling Evaluating
Komponen
Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum
Karena di dalam pengelolaan keuangan daerah dituntut untuk melakukan akuntabilitas
public, jelas diperlukan standar tujuan dari pengelolaan penerimaan daerah sehingga
kopetensinya bahwa setiap penerimaan harus terformulasikan dalam sebuah APBD yang
penyusunannya harus mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri yang diterbitkan
setiap tahun, seperti halnya untuk tahun 2008 dipersyaratkan memenuhi ketentuan
Permendagri nomor 59 tahun 2007. isi/materi APBD tersebut harus mengacu pada
standar akuntasi pemerintah yang diatur dalam PP nomor 24 tahun 2005. kalau dalam
pengelolaan pendidikan harus memenuhi standar nasional pendidikan diatur pada PP
nomor 19 tahun 2005.
Ruanglingkup pengelolaan pendapatan daerah dipayungi oleh undang-undang nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
sedangkan ruang lingkup pendidikan nasional dipayungi oleh undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, sedangkan manajemen pendidikan
digambarkan oleh Dr. Hari Suderadjat, M.Pd dalam sebuah matrik pula, hal ini
memudahkan untuk dipahami. Sebelum mengetahui cara berfikir dalam
menyederhanakan persoalan ke dalam sebuah metric, penulis sering menemukan
persoalan yang tidak terlalu mudah untuk memecahkannya, karena yang namanya
mengelola keuangan sangat rentan dengan berbagai penyimpangan dan bisa tergelincir
dalam sebuah aturan yang selalu diubah setiap saat, bahkan untuk tahun anggaran 2009
sudah datang lagi permen nomor 32 tahun 2007 menggantikan permen nomor 59
tahun2006. disinilah diperlukan penyelarasan antara aturan satu dengan yang lainnya.


Artikel 3

Judul:Manajemen Peningkatan Kurikulum(MBS)

Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.

Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.

Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;

Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.

Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;

  • pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
  • bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
  • pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.

Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.


Artikel 4

Judul:Manajemen kurikulum perlu diperbarui

Tinjauan secara empirik tampak jelas, unsur keputusan yang cepat dan cerdas dalam inovasi manajemen sering berperan membantu perusahaan mengembangkan keunggulan yang bertahan lama. Tampaknya tak ada faktor yang mencerminkan instrumen yang sama dalam menjamin keberhasilan persaingan jangka panjang. Artinya setiap perusahaan memiliki inovasi manajemen dengan teknik dan keunggulannya masing-masing. Suatu inovasi manajemen cenderung menghasilkan keunggulan kompetitif ketika satu atau lebih dari tiga syarat dipenuhi. Yang pertama adalah inovasi didasarkan pada prinsip manajemen baru dengan meninggalkan sisi-sisi yang orthodox; kedua bahwa inovasi merupakan suatu proses yang sistemik dari suatu proses dan metode yang digunakan; dan ketiga, inovasi merupakan bagian dari suatu program invensi jangka panjang yang tak pernah berhenti. Kemudian peran karyawan (sumberdaya manusia) sebagai inovator sekaligus agen pembaharu menjadi sangat penting dalam menciptakan keunggulan. Dalam hal ini peranan budaya kerja dan budaya inovasi sangat strategis.

Dalam menjawab tantangan global, diperlukan pembentukan paradigma kolektif. Semua satu bahasa, satu langkah, dan satu tujuan. Paradigma kerja ditampilkan ke permukaan dan diterjemahkan oleh semua pelaku bisnis dalam perusahaan. Dengan paradigma dapat dicegah terjadinya kerugian-kerugian perusahaan melalui pendekatan kerja yang efisien. Pola kerja yang sinergis antarunit di perusahaan dibentuk lewat sistem koordinasi yang efektif.

Perusahaan seharusnya merumuskan standar yang fleksibel dan bervariasi dalam hal pendekatan perubahan dan pemberian penghargaan kepada karyawan yang inovatif. Selain itu perusahaan harus juga mendengarkan kritik para pelanggan untuk bahan penyusunan perubahan yang dikehendaki para pelanggan. Umumnya suatu perusahaan, dalam kondisi persaingan tinggi, dengan kemampuan perubahan yang besar akan sangat mungkin memuaskan, bertahan dan memberi daya tarik kepada para pelanggan.

Bisnis dan Keberlanjutan merefleksikan terjadinya saling kebergantungan dengan beragam aspek unsur manusia. Pertumbuhan ekonomi adalah penting bagi kemanfaatan individu dan masyarakat keseluruhan. Namun jangan melupakan nilai-nilai kemanusiaan seperti kehidupan keluarga, perkembangan intelektual, moral, dan pengembangan spirit. Mengapa? Karena bisnis yang berdimensi berkelanjutan mengandung arti bahwa pada setiap upaya mencapai tujuannya baru akan berhasil jika ada pelanggan atau konsumen yang aktif. Dengan demikian agar bisnis bisa hidup berkembang maka ia harus berorientasi pula pada kepentingan aspirasi ekonomi dan non-ekonomi masyarakat (sosial dan lingkungan). Lalu dimana peran perguruan tinggi?

Seharusnya perguruan tinggi yang memiliki program studi manajemen mampu membaca peluang pasar misalnya sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi domestik dan internasional yang meningkat. Disinilah perguruan tinggi harus mampu memperlebar jangkauan jejaring kerjasamanya dengan pihak industri domestik dan global. Antara lain dalam rangka meninjau kembali kurikulum manajemen. Pertanyaannya adalah apakah kurikulum ilmu-ilmu manajemen memang perlu diperbaharui? Alasan –alasan berikut mungkin dapat dijadikan pertimbangan:

(1) Rumpun ilmu-ilmu manajemen mengalami fluktuasi yang relatif cepat. Semua perubahan yang terjadi di dunia ini akan sangat berpengaruh terhadap munculnya pemahaman dan konsep di dalam ilmu-ilmu manajemen yang baru.

(2) Observasi kecenderungan mengindikasikan perubahan eksternal khususnya perubahan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi manajemen, paradigma kerja, pembangunan berkelanjutan, pasar kerja dan profesi, dan lintas budaya seharusnya mendorong terjadinya perubahan kurikulum agar tiap lulusan ilmu manajemen dapat diserap dan dimanfaatkan masyarakat; dengan kata lain kurikulum harus relevan dengan kebutuhan pasar.

(3) Konteks sosial yang semakin luas dan mengglobal maka orang mulai menyadari betapa pentingnya manajemen perubahan, mutu sumberdaya manusia, pemahaman lintas budaya, dan inovasi manajemen. Selanjutnya karena keterbatasan sumberdaya yang semakin dirasakan maka telah mendorong manusia untuk berpikir melakukan efisiensi dalam manajemen. Dengan tema pembangunan berkelanjutan maka perusahaan terdorong untuk peduli pada lingkungan dan sosial. Disini kurikulum ilmu manajemen seharusnya mengandung unsur kandungan kepekaan terhadap masalah-masalah sosial ekonomi masyarakat.


Artikel 5

Judul:Perbandingan Manajemen kurikulum Pendidikan Islam ASIA TENGGARA :SINGAPURA dengan FILIPINA

Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut.
Proyeksi keberadaan dan kenyataan pendidikan, khususnya pendidikan Islam, tentu tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraanya pada masa lampau juga. Pendidikan Islam pada periode awal misalnya, tampak bahwa usaha pewarisan nilai-nilai diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia agar terbebas dari belenggu aqidah sesat yang dianut oleh sekelompok masyarakat elit Quraisy yang banyak dimaksudkan sebagai sarana pertahanan mental untuk mencapai status quo, yang melestarikan kekuasaan dan menindas orang-orang dari kelompok lain yang dipandang rendah derajatnya atau menentang kemauan kekuasaan mereka.
Gagasan-gagasan baru yang kemudian dibawa dalam proses pendidikan Nabi, yaitu dengan menginternalisasikan nilai-nilai keimanan baik secara individual maupun kolektif, bermaksud menghapus segala kepercayaan jahiliyah yang telah ada pada saat itu. Dalam batas yang sangat meyakinkan, pendidikan Nabi dinilai sangat berhasil dan dengan pengorbanan yang besar, jahiliyahisme masa itu secara berangsur-angsur dapat dibersihkan dari jiwa mereka,dan kemudian menjadikan tauhid sebagai landasan moral dalam kehidupan manusia.
Pengembangan pendidikan Islam yang telah ada itu, yang pada awalnya lebih tertuju pada pemberdayaan aqidah, diupayakan Nabi dengan menempatkan pendidikan sebagai aspek yang sangat penting, yang tercermin dalam usaha Nabi dengan menggalakkan umat melalui wahyu agar mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan setinggi-tingginya. Mesjid-mesjid, pada periode awal itu, bahkan menjadi pusat pengembangan ilmu dan pendidikan, sekalipun masih mengkhususkan pada menghafal al-Quran, belajar hadits, dan sirah Nabi. Disiplin-disiplin lain seperti filsafat, ilmu kimia, matematika, dan astrologi kemudian juga berkembang, namun tidak dimasukkan dalam kurikulum formal. Semua disiplin ini diajarkan atas dasar kesadaran orangtua untuk mencarikan guru demi kemajuan anaknya.
Pada era abd ke-20 ini, pendekatan pendidikan Islam berlangsung melalui proses operasional menuju pada tujuan yang diinginkan, memerlukan model yang konsisten yang dapat mendukung nilai-nilai moral-spiritual dan intelektual yang melandasinya, sebagaimana yang pertama kali dibangun Nabi. Nilai-nilai tersebut dapat diaktualisasikan berdasarkan kebutuhan dan perkembangan manusia yang dipadukan dengan pengaruh lingkungan kultur yang ada, sehingga dapat mencapai cita-cita dan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia di segala aspek kehidupannya. Akan tetapi, apa yang terjadi adalah kondisi pendidikan Islam pada era abad ke-20 mendapat sorotan yang tajam dan kurang menggembirakan dan dinilai menyandang ‘keterbelakangan’ dan julukan-julukan lain, yang semuanya bermuara pada kelemahan yang dialaminya. Kelemahan pendidikan Islam dilihat justru terjadi pada sektor utama, yaitu pada konsep, sistem, dan kurikulum, yang dianggap mulai kurang relevan dengan kemajuan peradaban umat manusia dewasa ini atau tidak mampu menyertakan disiplin-disiplin ilmu lain yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Kenyataannya, pendidikan Islam dimasukkan kedalam klasifikasi pendidikan yang belum dapat dikatakan telah berjalan dengan baik dan belum mampu memberikan hasil secara memuaskan. Hal ini mempunyai pengertian belum mampu menjawab arus perkembangan zaman yang sangat deras, seperti timbulnya aspirasi dan idealitas yang sera multi-interes dan berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang amat beragam, serta perkembangan teknologi yang amat pesat.
Melihat kenyataan ini, maka tak ayal lagi bahwa pendidikan Islam perlu mendapat perhatian yang serius dalam menuntut pemberdayaan yang harus disumbangkannya, dengan usaha menata kembali keadaannya. Usaha penataan kembali akan memperoleh keuntungan majemuk karena: Pertama, pendidikan Islam akan memperoleh dukungan dan pengalaman positif. Kedua, pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan dan alternatif bagi pembenahan sistem pendidikan di suatu wilayah dengan kekurangan, masalah, dan kelemahannya. Ketiga, sistem pendidikan Islam yang dapat dirumuskan akan memiliki akar yang lebih kokoh dalam realitas kehidupan masyarakat.
Di Asia Tenggara, lembaga pendidikan Islam merupakan tonggak awal berkembangnya ilmu pengetahuan lain. Berdirinya madrasah-madrasah merupakan suatu perencanaan untuk mengatur pendidikan Islam itu sedemikan rupa. Sayangnya, lambat laun eksistensi madrasah (lembaga pendidikan Islam) semakin hari semakin dijauhi karena dianggap tidak memberikan kontribusi terhadap perkembangan zaman. Belum lagi adanya anggapan bahwa pengelolaan pendidikan Islam tidak simetris dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Selain di Indonesia, negara-negara tetangga seperti halnya Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan negara-negara Asia Tengggara lainnya juga memiliki lembaga pendidikan Islam yang hampir sama dengan yang kita miliki. Dilihat secara transparan, lembaga-lembaga tersebut tidak jauh beda dengan sistem pendidikan yang kita miliki. Semuanya bertujuan untuk mencetak profesional-profesional muslim yang mampu bersaing dalam kancah perkembangan dunia ilmu pengetahuan dengan didasari agama yang mumpuni. Namun, sistem pendidikan Islam di negara-negara tersebut tentunya memiliki perbedaan pada konsep, sistem, dan kelembagaan pendidikan Islam seperti halnya di Filipina dan Singapura. Kedua negara tersebut memiliki lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah. Namun, sistem yang dipakai berbeda sama sekali satu dengan yang lainnya.

1 komentar:

  1. Bagaimana bang cara mengevaluasi kurikulum di sekolah agar menjadi pendidikan bermutu. karena kur.. di sekolah hanya sebagai dok mati aja

    BalasHapus